Tanggapan Kasus Wildan

Masih belum ada ide untuk nulis blog, jadi beberapa post terakhir ini seputar tanggapan-tanggapan atas tulisan orang lain. Kalau sebelumnya adalah tanggapan analisis hukum di rubrik Hukumonline, sekarang saya memberikan tanggapan atas tulisan dari rekan Sam Ardi atas tulisan “Menerawang Kasus Wildan“. Sebelum membahas pokok permasalahan, setelah melihat blog-nya Sam Ardi, saya mendadak jadi ingin ganti theme blog ini yang terkesan ngga jelas..hehe.


Balik ke pokok permasalahan. Dalam blog-nya, rekan Sam Ardi menulis sebagai berikut:

Wildan dengan kata lain-menurut Penuntut Umum-memenuhi unsur Pasal 30 ayat 3 UU ITE jo Pasal 46 UU ITE. Sampai membaca tuntutan ini saya menjadi bingung. Obyek dari kasus ini adalah website lawas Presiden SBY, mengapa dikatakan mengakses secara ilegal sedangkan Wildan tidak pernah memasuki website tersebut? Jika yang dimaksud adalah memasuki website Jatirejanetwork dan website Techscape ya tentu saja Wildan melakukannya, tetapi obyek dalam kasus ini adalah website lawas presiden, bukan kedua website tersebut. Apakah tidak lebih baik menuntut Wildan menggunakan Pasal 32 ayat 1 jo Pasal 48 ayat 1 UU ITE? Yaitu perbuatan mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Saya mencoba melihat penerapan Pasal 30 ayat (3) UU ITE dalam kasus ini dari sisi agak berbeda. Menurut saya, Pasal 30 ayat (3) UU ITE ini adalah delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya. Sederhananya, kita tidak usah melihat siapa yang menjadi korban di sini. Tidak lah penting bahwa yang menjadi korban adalah website presidensby.info atau website sipulan.com. Urusan utama dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE ini adalah terpenuhinya delik karena terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana secara formil, yaitu:

1. Setiap orang
2. dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
3. mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
4. dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Terlepas dari pembahasan ini, paling tidak dengan adanya kasus Wildan ini jadi ada tambahan referensi tentang cybercrime dan tidak mencontohkan kasus yang itu-itu saja. You know lah…

Regards,
Zaka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.