Pengantar Pengaturan Hukum di Internet

A. Pendahuluan

Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat siapa yang berhak menjadi pemerintah dalam ranah Internet yang konon terkenal dengan jargon borderless teritory. Selain itu, apabila telah diketahui siapa yang berhak mengatur di Internet, bagaimanakah penyelesaian sengketa yang terjadi di Internet? Tunduk pada hukum manakah para pihak yang bersengketa tersebut? Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Kita menganut teori apa dan bagaimana prakteknya?

B. Tiga Pendekatan Regulasi Internet

Menurut Viktor Mayer-Schönberger terdapat tiga pendapat mengenai bentuk pengaturan mengenai siapa yang berhak meregulasi Internet. Pendapat pertama dikenal dengan teori The State-Based Traditionalist Discourse mengatakan sebaiknya pihak yang mengatur Internet adalah pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Pendapat kedua mengatakan, Internet sebaiknya diatur oleh masing-masing pihak berdasarkan kebiasaan atau dikenal dengan istilah The Cyber-Separatist Discourse. Terakhir, pendapat ketiga yaitu, aliran The Cyber-Internationalist Discourse, mengatakan pengaturan Internet sebaiknya melalui ketentuan internasional.

Pendapat pertama, State-Based Traditionalis Discourse Berdasarkan pendapat ini bentuk pengaturan Internet akan diatur oleh masing-masing negara. Kelebihan teori ini adalah penegakan hukum terhadap pengaturan Internet lebih terjamin. Sementara itu, kelemahan dari pengaturan ini adalah dilupakannya dasar dari Internet yaitu sifat global. Tidak mungkin suatu negara dapat memaksakan peraturan negaranya bagi warga negara lain yang menggunakan fasilitas Internet di negaranya.

Pendapat kedua mengatakan, Internet sebaiknya diatur oleh masing-masing pihak berdasarkan kebiasaan atau dikenal dengan istilah The Cyber-Separatist Discourse. Pendapat ini memisahkan antara kehidupan sosial di dunia nyata dengan kehidupan di dalam cyberspace. Berdasarkan pendapat ini sebaiknya pengaturan mengenai Internet tidak usah dilakukan oleh negara, karena tidak akan ada peraturan yang cocok untuk mengatur kemajemukan di Internet. Karena pengaturan Internet menggunakan kebiasaan, para pengguna Internet akan merasa lebih dapat menerima peraturan yang ada. Akan tetapi, kelemahan dari pendapat ini adalah tidak adanya penegakan hukum seandainya terjadi sengket antara para pihak.

Pendapat ketiga yaitu aliran The Cyber-Internationalist Discourse, mengatakan pengaturan Internet sebaiknya melalui ketentuan internasional. Jadi, ada suatu ketentuan hukum berlaku secara internasional yang mengatur mengenai Internet. Pendapat ini mengarahkan pandangannya kepada usaha untuk mengunifikasikan peraturan Internet. Kelemahan dari aliran ini adalah, tidak semua negara mau mengakui pengaturan mengenai Internet yang berlaku tersebut, karena tiap negara memiliki karakterisitik tersendiri.

C. Penyelesaian Sengketa

Kecenderungan yang terjadi dalam proses penyelesaian sengketa di Internet khususnya dalam penyelesaian sengketa e-commerce yang dilakukan antara business to consumer (B2C), pilihan hukum yang digunakan adalah berdasarkan hukum nasional dari si pelaku bisnis, karena konsumen hanya memiliki pilihan menerima klausula baku arbitrase yang tersedia atau tidak melakukan e-commerce sama sekali (take it or leave it). Hal ini dipengaruhi hukum positif yang mengatur Internet di negara tersebut, sehingga di pengaturan mengenai e-commerce mengikuti hukum yang mengatur tentang koneksi e-commerce dalam hubungan Internetnya. Dengan demikian proses arbitrase akan menggunakan pilihan hukum dimana media Internet yang menjalankan e-commerce berada.

Apabila sengketa yang terjadi dalam hubungan e-commerce antara client to client (C2C). Pengaturan hukum Internet yang biasa digunakan adalah menganut pada aliran The Cyber-Separatist Discourse yaitu mereka akan mengatur tersendiri mengenai pilihan hukum mana yang akan digunakan. Selanjutnya, apabila sengketa tersebut melibatkan sesama pelaku bisnis mengenai suatu hal yang berlaku secara internasional, mereka akan menganut pada aliran The Cyber-Internationalist Discourse yaitu ketentuan hukum internasional yang berlaku. Contoh sengketa pada kasus ini adalah sengketa mengenai “nama domain” atau domain name di mana pihak penyedia domain name untuk Top Level Domain seperti dot com, dot org, dan dot net menyerahkan sengketanya untuk diselesaikan melalui arbitrase dengan pilihan hukum, hukum internasional yaitu Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy.

Kisah tentang Dia

Dikutip langsung dari facebook.

==
Saat itu aku telah memutuskan untuk menulis suatu kisah tentang dia. Tak lain hanya ingin mengetahui siapa dia dan apa yang dia inginkan. Mencoba membantunya melewati semua kegelisahan hatinya. Yang ku ingat, ku mulai menulis tentangnya tepat setelah kita berbicara panjang tentang dirinya.

Ku putuskan untuk menulis suatu kisah tentang dia. Meskipun ku tahu aku menulisnya tepat di atas buku yang telah terisi penuh dengan tulisan lainnya. Ku coba menyiasatinya dengan menghapus perlahan kisah yang telah ada dan mengisinya dengan kisah cerita tentang dia.

Ku coba menulis semua kisah tentang dia. Cepat terisi dengan narasi bagaimana ia tersenyum, suara kala ia tertawa, tangis disaat ia bersedih. Cara dia memandangku, kan ku ingat sebagai suatu cara yang berbeda yang bahkan tidak bisa kutuliskan dalam rangkaian kata.

Ku masih menulis kisah tentang dia. Ku pahami setiap saat betapa lembaran tulisan itu bertambah dengan cepatnya seiring dengan tiap hari yang dia da aku lewati bersama. Kadang tak terlalu bermakna, tapi tangan ini tak pernah berhenti untuk tetap menulisnya, karena ku tau..hanya dengan tetap menulisnya maka aku telah memberikan sebuah makna tentang dia.

Terus dan terus ini semua hanya tentang dia. Ku sadar, hanya lah ironi ketika kejujuran yang terungkap dalam kisah tentang dia tak sedikitpun dapat ku ungkapkan. Ketika pun ia tau bahwa aku telah menulis begitu banyak kisah tentang dirinya, ku yakin, dia tidak tahu apapun bahkan sedikit pun akan kenyataan seberapa banyak dirinya telah aku tulis dalam kisah tersebut.

Tak terasa lelah jari ini terus merangkai kata tak berakhir tentang dia. Namun, sampai lah aku pada satu kenyataan bahwa semua kisah tentang dia ini hanyalah kisah semu dalam kehidupanya. Dia tidak membutuhkan adanya kisah lain dalam hidupnya, karena dia sendiri telah bertekad untuk merasa bahwa kisahnya adalah kisah yang sebenarnya dan bukan lah suatu kesemuan.

Kini, waktu juga yang harus merenggut semua, kisah tentang dia kan terakhiri setelah begitu banyak cerita dirunutan waktu yang singkat.

Ku akhiri bukan karena inginku, tapi dirinya lah yang ingin mengungkap semua luka lama dan dirinya pula yang siap ‘tuk kembali terluka. Aku…..tak ingin melihatnya kembali terluka..meskipun menurut dirinya, dia adalah kehidupan yang kuat…

Ku tutup catatan itu, kutandai…..”ini bukan untuk kamu, tetapi untuk dia….”

– tulisan berantakan karena terinspirasi kamar yang berantakan….

e-Audit: Uji Tuntas Keamanan Komputer

Terinspirasikan oleh artikel seorang rekan mengenai Government Information Security Research yang berkembang di thread forum diskusi Kecoak Elektronik ditambah pemahaman saya tentang Laporan Uji Tuntas di bidang Hukum (Legal Due Diligence), akhirnya tercetus sebuh ide dalam pikiran ini mengenai bagaimana jika menggabungkan antara konsep Information Security Research dengan konsep Uji Tuntas, sehingga menjadi suatu Uji Tuntas Keamanan Komputer (Computer Security Due Diligence/e-Audit).

Continue reading “e-Audit: Uji Tuntas Keamanan Komputer”

[Info] Rencana Update Engine WordPress

Setelah sekian lama blog ini terbengkalai tanpa disentuh. Saya rasa sudah saatnya meng-update engine blog ini, mengingat saya sendiri sudah terlewat beberapa versi stable dari wordpress dan terutama banyak sekali security patch yang terlewati.

Untuk konten web ini, sebenernya saya sudah ada beberapa ide yang hendak ditulis, tapi karena kemalasan yang luar biasa, akhirnya ide-ide tersebut hanya menjadi level “draft” di blogdesk -software yang saya gunakan untuk menulis blog.

Freedom of Contract: Choice of Law

Case:

The Joint Venture Company consists of four parties: two Japanese parties, one Singaporean party and one Indonesian party (the “Parties”). Under the Joint Venture Agreement, the parties agree on English Law as their choice of law and the Arbitration in Singapore as their choice of forum to settle any dispute.

Relevant Issues:

1. If the parties are Indonesian citizens, are they obliged to make an agreement under Indonesian Law?

2. How will the parties avoid “penyelundupan hukum” while making their choice of law? And how far can the conception of choice of law be applied in this case
Continue reading “Freedom of Contract: Choice of Law”