Koridor Hukum Penjualan Aset BUMN yang Tidak Produktif

Efisiensi BUMN sudah menjadi target utama pada saat Dahlan Iskan diangkat menjadi Menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar. Sebelum menjabat sebagai Menteri BUMN, Dahlan Iskan merupakan Direktur Utama PLN yang selama menjabat terkenal dengan semboyan “Kerja, Kerja dan Kerja!”. Visi dan misi yang simpel bagi perusahaan sebesar PLN, namun kenyataannya visi dan misi tersebut memang sangat tepat diterapkan di PLN.

Selepas menjabat Direktur Utama di PLN, visi dan misi tersebut tampaknya juga dibawa oleh Dahlan Iskan ke BUMN. Kali ini visi dan misi tersebut diperkuat dengan semangat efisiensi yang disebut di awal tulisan ini. Salah satu cara efisiensi yang sudah diterapkan oleh Dahlan Iskan adalah dengan cara mengalihkan/menjual aset tidak produktif milik BUMN. Mengutip berita dari Kompas.com siang ini:

“Bayangkan, ada BUMN yang setiap tahun harus membayar puluhan miliar rupiah hanya untuk pajak bumi dan bangunan, padahal aset berupa tanah tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Ini yang nantinya akan dikelola dengan baik,” ujarnya.”

Secara umum, BUMN tidak berkeberatan untuk melepas aset tidak produktif-nya, akan manajemen BUMN tersebut khawatir pengalihan/penjualan aset BUMN tersebut tidak memiliki koridor hukum yang kuat dan pada akhirnya mereka takut akan berurusan dengan kasus KKN. Adapun beberapa permasalahan utama kekhawatiran manajemen BUMN dalam pelepasan aset BUMN adalah:

1. Apakah aset BUMN dapat dikategorikan sebagai aset negara?

2. Apakah BUMN dapat melakukan penjualan atas aset bergerak maupun tidak bergerak?

3. Apabila dapat melakukan penjualan, bagaimana mekanisme penjualannya dan apa dasar hukumnya?

Berikut adalah kajian hukum mengenai pengalihan/penjualan aset tidak produktif BUMN. Sebagai catatan, dalam kajian hukum ini saya hanya membahas BUMN yang merupakan Persero dan bukan BUMN berupa Perum 🙂

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG RELEVAN

Dalam membuat kajian hukum ini, saya mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan berikut.

(a) Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU KN”);

(b) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (”UU BUMN”);

(c) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”);

(d) Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (“PP 45/2005”); dan

(e) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-02/MBU/2010 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-06/MBU/2010 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-02/MBU/2010 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara (“Per BUMN”).

dan khusus untuk BUMN yang merupakan PT Terbuka, harus juga memperhatikan ketentuan berikut:

(f) Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-412/BL/2009 tanggal 25 Nopember 2009 (“Peraturan IX.E.1”)

(g) Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Tertentu, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-413/BL/2009 tanggal 25 Nopember 2009 (“Peraturan IX.E.2”)

Selain ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, dalam menentukan pengalihan/penjualan aset dari suatu BUMN, kita juga harus memperhatikan anggaran dasar dari masing-masing BUMN tersebut.

B. KAJIAN HUKUM

1. Apakah aset BUMN dapat dikategorikan sebagai aset negara?

Berdasarkan UU BUMN, BUMN terbagi menjadi Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaliugus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Sementara itu, Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT.

Pendirian BUMN, baik Perum maupun Persero ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah tersebut sekurang-kurangnya memuat: (a) penetapan pendirian BUMN; (b) maksud dan tujuan pendirian BUMN; dan (c) penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam rangka pendirian BUMN. Berdasarkan PP 45/2005, terlihat bahwa pada saat pendirian suatu BUMN, terdapat suatu ciri khas dari BUMN, yaitu adanya kekayaan negara yang dipisahkan dari negara di mana kekayaan tersebut menjadi kekayaan (aset) yang terpisah dan menjadi bagian dari BUMN yang didirikan.

Pada saat pendirian BUMN sebagai Persero, telah terjadi juga pemisahan kekayaan negara dengan kekayaan BUMN sebagai badan hukum perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT, di mana menjadi kepemilikan Negara Republik Indonesia atas BUMN adalah berupa kepemilikan atas saham-saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh oleh BUMN tersebut. Sesuai dengan sifat dari badan hukum Perseroan Terbatas merupakan suat entitas yang independen dari para pemegang sahamnya. Oleh karenanya, BUMN merupakan pemilik dari harta kekayaannya sendiri (baik benda bergerak atau tidak bergerak, dan baik berwujud maupun tidak berwujud), yang terpisah dari kepemilikan harta kekayaan para pemegang sahammnya, termasuk Negara Republik Indonsesia. Sementara, apa yang menjadi aset milik Negara Republik Indonesia pada BUMN adalah saham-saham yang diterbitkan dan disetor penuh oleh BUMN tersebut yang terdaftar atas nama Negara Republik Indonesia.

Sehubungan dengan pemisahan kekayaan negara dalam rangka pendirian BUMN, saya mengetahui berdasarkan UU KN disebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, termasuk di dalamnya antara lain kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.

Ketentuan tersebut menyebabkan terjadinya beberapa perbedaan pendapat ataupun penafsiran ketentuan undang-undang, yaitu apakah dengan pengertian keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU KN berarti aset atau harta dari BUMN merupakan aset atau harta dari Negara, sementara pada UU BUMN telah secara tegas dinyatakan pada saat pendirian BUMN telah terjadi pemisahan harta negara menjadi saham pada BUMN.

Terhadap permasalahan penafsiran ketentuan undang-undang tersebut di atas, Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006, tanggal 16 Agustus 2006 (“Fatwa MA”) telah menfatwakan yang pada pokoknya UU BUMN adalah undang-undang khusus (lex specialis) tentang BUMN yang jelas mengatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN, dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN (keuangan negara) melainkan didasarkan pada prinsip perusahaan yang sehat.

Selanjutnya dalam Fatwa MA juga dinyatakan bahwa ketentuan Pasal 2 huruf g UU KN mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah” tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Berdasarkan penafisrian dalam Fatwa MA ini maka terdapat suatu dasar yang cukup kuat menyatakan kekayaan negara pada pendirian suatu BUMN kekayaan yang telah dipisahkan dan dikeluarkan sistem kekayaan neagara yang dikelola bendahara negara, yaitu Menteri Keuangan.

2. Apakah BUMN dapat melakukan penjualan atas aset bergerak maupun tidak bergerak?

Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian B. 1 di atas, harta kekayaan atau aset BUMN sebagai Persero telah terpisah dari harta kekayaan atau aset Negara, dengan demikian harta kekekayaan atau aset BUMN dapat dialihkan atau dipindahtangankan oleh BUMN dengan mengikuti tata cara atau ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan dalam Anggaran Dasar (“Aset yang Dialihkan”).

Untuk mengalihkan atau memindahtangankan Aset yang akan Dialihkan, aset-aset BUMN tersebut harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Per BUMN. Berdasarkan Per BUMN dijelaskan bahwa Aset yang akan Dialihkan harus berupa aktiva berwujud (baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak) yang digunakan dalam operasi BUMN yang tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun. Selain itu, Aset yang akan Dialihkan juga harus memenuhi salah satu dari persyaratan sebagai berikut.

    (a) Secara teknis dan/atau ekonomis sudah tidak menguntungkan bagi BUMN apabila tetap dipertahankan keberadaannya;

(b) Secara teknis dan/atau ekonomis terdapat alternatif atau pengganti lain yang lebih menguntungkan bagi BUMN;

(c) Peruntukkan bagi kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan RUTR/RUTRWK (Rencana Umum Tata Ruang/Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota) yang telah disahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

(d) Diperlukan oleh kementerian atau lembaga Negara/Pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi kenegaraan atau pemerintahan;

(e) Bagian dari program restrukturisasi dan penyehatan BUMN; atau

(f) Satu-satunya alternatif sumber dana bagi BUMN untuk kebutuhan yang sangat mendesak.

dimana penjualan dilakukan sepanjang hal tersebut memberikan dampak yang lebih baik bagi BUMN.

Dengan asumsi bahwa Aset yang akan Dialihkan oleh BUMN telah memenuhi ketentuan dalam Per BUMN tersebut, maka BUMN dapat untuk melakukan penjualan atas Aset yang akan Dialihkan tersebut.

Adapun ketentuan mengenai tata cara pengalihan atau pemindahtanganan dalam bentuk penjualan Aset yang akan Dialihkan milik BUMN, akan diuraikan lebih lanjut pada poin berikutnya.

3. Apabila dapat melakukan penjualan, bagaimana mekanisme penjualannya dan apa dasar hukumnya?

Untuk melakukan penjualan atas Aset yang akan Dialihkan, BUMN harus memperhatikan ketentuan dalam Anggaran Dasar, Per BUMN, UUPT dan juga ketentuan Bapepam-LK No. IX.E.1 dan No. IX.E.2 (dalam hal BUMN tersebut merupakan perusahaan terbuka).

Berdasarkan Per BUMN, penjualan Aset yang akan Dialihkan dapat dilakukan melalui penawaran umum, penawaran terbatas dan penunjukan langsung. Untuk melakukan penjualan, BUMN harus membentuk Tim Penjualan, yaitu tim yang dibentuk oleh Direksi atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Direksi, untuk melakukan penjualan.

Penawaran Umum

Penjualan Aset yang akan Dialihkan melalui penawaran umum dilakukan secara terbuka dengan pengumuman luas, minimal melalui 1 media cetak dan/atau pengumuman dalam website BUMN yang bertujuan memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak. Dalam pelaksanaannya Tim Penjualan dapat meminta pelaksanaan penjualan dilakukan oleh dan/atau di hadapan pejabat lelang yang dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang lelang.

Penawaran Terbatas

Penjualan dengan cara penawaran terbatas dapat dilakukan apabila memenuhi salah satu dan persyaratan: (i) telah dilakukan penawaran umum sebanyak 2 kali namun tidak terjual; atau (ii) terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan aktiva tetap hanya dapat dijual kepada beberapa pihak tertentu.

Penunjukan Langsung

Penjualan melalui penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila memenuhi salah satu dari persyaratan sebagai berikut:

    (a) telah dilakukan Penawaran Terbatas sebanyak 2 kali namun tidak terjual;

(b) diperuntukkan bagi kepentingan umum;

(c) terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan aktiva tetap hanya dapat dijual kepada satu pihak tertentu dan tidak memungkinkan dijual kepada pihak lain;

(d) Rumah dinas atau kendaraan dinas yang dijual kepada penghuni sah atau pemakai sah (apabila sudah ditetapkan untuk dijual kepada penghuni sah atau pemakai sah);

(f) Penjualan dilakukan kepada BUMN lain atau anak perusahaan BUMN yang sahamnya 90% atau lebih dimiliki oleh BUMN; atau

(g) Penjualan dilakukan kepada kementerian atau lembaga Negara/Pemerintah dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi kenegaraan atau pemerintahan.

* * *

Untuk melakukan penjualan baik melalui penawaran umum, penawaran terbatas atau penunjukan langsung, Direksi BUMN wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar sebagai berikut.

Persetujuan Dewan Komisaris

Pada umumnya, dalam anggaran dasar suatu BUMN terdapat ketentuan di mana Direksi BUMN terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris dalam hal mengalihkan, melepaskan hak atau menjadikan jaminan utang kurang atau sama dengan 50% dari harta kekayaan berupa aktiva tetap Perseroan, baik dalam satu transaksi atau beberapa transaksi yang berdiri sendiri ataupun yang berkaitan satu sama lain.

Proses untuk memperoleh persetujuan Dewan Komisarisnya adalah Direksi mengajukan permohonan tertulis kepada Dewan Komisaris disertai dengan:

    (1) kajian legal atas aktiva tetap yang dimohonkan penjualannya;

(2) kajian ekonomis (termasuk manfaat, potensi dan nilai tambah yang akan diperoleh BUMN);

(3) penjelasan mengenai alasan penjualan;

(4) rencana investasi pengganti/pembangunan kembali atas aktiva tetap yang akan dibongkar dimana anggarannya telah ditetapkan dalam RKAP yang disahkan oleh RUPS/Menteri (apabila ada);

(5) dokumen pendukung berupa bukti kepemilikan, berita acara (apabila hilang/musnah) serta data lain berupa lokasi/peta lokasi, jenis, spesifikasi, nilai perolehan, nilai buku, tahun perolehan, kondisi aktiva tetap dan foto kondisi terakhir;

(6) cara penjualan yang diusulkan (khusus untuk pelaksanaan Pemindahtanganan).

Dewan Komisaris kemudian memberikan tanggapannya berupa persetujuan atau penolakan permohonan Direksi dalam waktu paling lambat 30 hari sejak menerima permohonan tersebut, kecuali Dewan Komisaris masih memerlukan data atau informasi tambahan. Dalam hal Dewan Komisaris telah memperoleh data atau informasi tambahan, maka terhitung sejak saat itu, paling lambat 30 hari, Dewan Komisaris sudah harus memberikan tanggapannya.

Persetujuan RUPS

Pada umumnya, berdasarkan ketentuan anggaran dasar BUMN, Direksi BUMN harus mendapatkan persetujuan RUPS dalam hal menjalankan perbuatan hukum untuk mengalihkan, melepaskan hak atau menjadikan jaminan utang seluruh atau lebih dari 50% dari harta kekayaan bersih Perseroan, baik dalam satu transaksi atau beberapa transaksi yang berdiri sendiri ataupun yang berkaitan satu sama lain dalam 1 tahun buku. Direksi harus mendapatkan persetujuan RUPS yang dihadiri atau diwakili para pemegang saham yang memiliki paling sedikit Ă‚Âľ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit Ă‚Âľ bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan secara sah dalam RUPS.

Proses untuk memperoleh persetujuan RUPS adalah sebagai berikut. Direksi mengajukan permohonan tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris dengan cara dan dokumen serta informasi sebagaimana dijelaskan pada bagian Persetujuan Dewan Komisaris di atas. Setelah memperoleh tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris, Direksi mengajukan permohonan kepada RUPS disertai dengan:

    (1) tanggapan tertulis Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN atau penjelasan mengenai tidak adanya tanggapan tertulis Dewan Komisaris;

(2) kajian legal atas aktiva tetap yang dijual;

(3) kajian ekonomis (termasuk manfaat, potensi dan nilai tambah yang akan diperoleh BUMN);

(4) penjelasan mengenai alasan penjualan;

(5) dokumen pendukung berupa bukti kepemilikan, berita acara (apabila hilang/musnah) serta data lain berupa lokasi/peta lokasi, jenis, spesifikasi, nilai perolehan, nilai buku, tahun perolehan, kondisi aktiva tetap, penetapan mengenai RUTR/W dan foto kondisi terakhir;

(6) cara penjualan.

Ketentuan mengenai tata cara pemanggilan RUPS dan perhitungan kuorum, mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Anggaran Dasar dan ketentuan di bidang Pasar Modal.

* * *

Sebagai catatan, dalam hal pengajuan proses persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS tersebut di atas, BUMN yang merupakan perusahaan terbuka juga tetap harus memperhatikan ketentuan yang di atur sebagai berikut:

(a) Ketentuan dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.1 dalam hal penjualan Aset yang akan Dialihkan merupakan Transaksi Afiliasi yaitu ketentuan mengenai kewajiban mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat dan menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukungnya kepada Bapepam-LK paling lambat akhir hari kerja ke-2 setelah terjadinya transaksi atau ketentuan mengenai pelaporan oleh BUMN kepada Bapepam-LK.

(b) Ketentuan dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.2 yaitu apabila penjualan Aset yang akan Dialihkan merupakan transaksi material dengan ketentuan:

    (i) apabila nilai transaksi 20% sampai dengan 50% dari ekuitas BUMN, maka BUMN tidak diwajibkan untuk memperoleh persetujuan RUPS akan tetapi wajib memenuhi kewajiban mengumumkan informasi mengenai transaksi material kepada masyarakat dalam paling kurang 1 surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional dan menyampaikan bukti pengumuman tersebut ke Bapepam-LK, atau

(ii) apabila nilai transaksi yang dilakukan dengan nilai 50% dari ekuitas BUMN, maka BUMN wajib terlebih dahulu memperoleh Persetujuan RUPS sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang diatur dalam Peraturan IX.E.2.

* * *

Demikian kajian mengenai koridor hukum apabila BUMN hendak mengalihkan aset non-produktif-nya berdasarkan “instruksi” Menteri BUMN. Semoga kedepannya BUMN di Indonesia bisa menjadi ujung tombak perekonomian Indonesia. Amin 🙂

Salam,
Zaka

29 Replies to “Koridor Hukum Penjualan Aset BUMN yang Tidak Produktif”

  1. Mohon tanya Mas Zka.
    1). Apakah BUMN dapat menjual asetnya kepada Universitas Negeri yang berstatus BHMN dengan menggunakan metode penjualan langsung?
    2). Apakah Univesitas yang berstatus BHMN tersebut dapat dipersamakan pengertiannya sebagai Lembaga Negara/ Pemerintah atau BUMN/ BUMD?
    Demikian, terima kasih Mas.

  2. Dear Arwan,

    Kalau kita melihat pada ketentuan di atas, tampaknya tidak bisa kalau BUMN melakukan penjualan aset secara langsung kepada BHMN, karena sifatnya BHMN berbeda dengan BUMN. Sehingga perlakuannya harus dibedakan.

  3. Terima kasih atas tulisannya. Memberi masukan dan pertimbangan serta wacana dalam pengelolaan dan pengembangan aset bumn.

  4. Mohon info pak, bagaimana dgn penjualan PT Telkomvision kepada chairul tanjung apakah sudah sesuai prosedur karena telkomvision adalah anak prshn BUMN Telkom Tbk ? Mohon penjelasannya. Terima kasih

  5. untuk pemindahan aset BUMN berupa rumah dinas, bila pihak BUMN tidak mengajukan pertanyaan kepada pengisi rumah yang sah apakah akan dibeli atau tidak dan tiba -tiba aset tersebut akan dijual dan pengisi rumah diminta untuk segera mengosongkan rumah.
    apakah penghuni rumah yang sah , ketika diminta keluar berhak mendapatkan uang ganti rugi , karena telah merawat rumah dan melakukan perbaikan , serta telah puluhan tahun telah menempati rumah tersebut.
    apakah ada landasan hukum yang melindungi para penghuni rumah yang sah tersebut .
    terimakasih

  6. Apakah aset milik negara yang telah dijadikan activa tetap Perum dapat dipindahtangankan dengan cara ganti rugi oleh Pemerintah Daerah (Kab/Kota) untuk pembangunan kepentingan umum, bagaimana mekanisme pemindahtanganan tersebut ketika hal tersebut terjadi pada tahun 2007, apa dasar hukumnya yang mengaturnya, mohon penjelasannya mas brooo…tanks…?

  7. Mekanisme yang digunakan serupa dengan mekanisme yang saya jelaskan di atas. Peraturan yang digunakan pun sama.

  8. kalau anak perusahaan BUMN mau menjual aset yang nilainya tidak besar misalnya < 50 juta, apa harus melaporkan ke dewan komisaris dan harus dilakukan melalui balai lelang ?

    mohon pencerahannya pak. terima kasih

  9. Perusahaan dimana saya bekerja belum lama ini diakuisisi 95% sahamnya oleh anak perusahaan dari salah satu BUMN. Jadi boleh dibilang perusahaan dimana saya bekerja adalah cucu perusahaan dari BUMN tersebut.

    Yang saya mau tanyakan adalah perusahaan kami akan menghapusbukukan melaui penjualan aset-aset yang sudah rusak dan tidak dimungkinkan untuk diperbaiki kembali (kalau dijual jatuhnya jadi besi tua/rongsokan) apakah boleh dijual langsung atau harus melalui suatu badan lelang tertentu?

    Perlu diketahui bahwa komisaris perusahaan kami sudah menyetujui untuk dihapusbukukan dan dijual. Apakah juga perlu persetujuan pemegang saham yang merupakan anak perusahaan dari BUMN tsb.

    Mohon informasinya. Terima kasih.

  10. Materi yg bagus pak, saya ingin menanyakan tentang Perusahaan dimana saya bekerja adalah BUMN namun belum lama ini diakuisisi oleh perusahaan BUMN lain dan dikelola oleh anak perusahaannya (swasta).
    Yang saya mau tanyakan adalah apakah hal tersebut diperbolehkan dan perusahaan kami akan menghapusbukukan melaui penjualan aset-aset yang sudah rusak dan tidak dimungkinkan untuk diperbaiki kembali (kalau dijual jatuhnya jadi besi tua/rongsokan) apakah boleh langsung dijual dgn sistem suatu lelang tertutup?
    Mohon informasinya. Terima kasih.

  11. Bisa kirimkan pertanyaannya via email? Tampaknya blog saya agak bermasalah dengan spammer, jadi agak sulit terpantau kalau kita diskusi di sini

  12. Kalau anak Perusahaan BUMN apabila menjual aset apakah sama prosedur penjualannya seperti Induknya?

  13. Sebagian besar anak perusahaan BUMN mengadopsi peraturan ini sehingga diberlakukan pula ketentuan-ketentuan dalam peraturannya.

  14. Kalau perusahaan bumn ingin melakukan perjanjian jual beli peraturan apa saja ya yg harus diperhatikan?

  15. Aset-aset perusahaan yang sudah rusak dan tidak dimungkinkan untuk diperbaiki kembali (kalau dijual jatuhnya jadi besi tua/rongsokan) apakah boleh langsung dijual secara individu tanpa dapat izin dari perusahaan? Mohon penjelasannya, terimakasih

  16. Tergantung mau jual beli apa dan berapa nilainya. Untuk lebih detail mungkin bisa langsung kirim email saja ya

  17. Yth. Pak Zka, senang membaca tulisan Bapak, karena sangat relevan dengan bidang yg saya tekuni.
    Perusahaan dimana saya adalah anak perusahaan dari salah satu BUMN.
    Nah, di induk perusahaan kami kan sudah mempunyai SOP untuk penghapusan dan pemindahtanganan asset.
    Nah, yang saya mau tanyakan adalah perusahaan kami akan menghapusbukukan melaui penjualan aset-aset yang sudah rusak dan tidak dimungkinkan untuk diperbaiki kembali (kalau dijual jatuhnya jadi besi tua/rongsokan) apakah boleh dijual langsung , atau harus melalui suatu badan lelang tertentu/kpknl sesuai dengan SOP induk perusahaan BUMN kami yg mengadopsi permen BUMN atau kami bisa membuat SOP tersendiri yang tidak mengacu pada Permen BUMN.

    Apakah juga perlu persetujuan pemegang saham atau komisaris yang merupakan anak perusahaan dari BUMN tsb.

    Mohon informasinya. Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.